Tuesday, March 30, 2010

Terkadang kita harus berlagak tuli :)

Mendadak saya teringat kisah seekor kodok yang tuli. Dan terkadang, dalam hidup ini kita harus 'berlagak tuli' untuk mewujudkan impian2 kita. Berikut kisah kodok inspiratif tersebut :

Terkisah seorang kodok yang tuli dan kerap menjadi ejekan teman-temannya. Tetapi dia tak pernah sedih, karena dia tak pernah mendengar ejekan teman-temannya. Yang sedih justru ibu-nya yang takut anaknya tidak dapat bertahan hidup karena tuli. Hebatnya, si kodi selalu berpikir positif dan justru menghibur ibu-nya kala dilihatnya orangtuang-nya itu sedih. Singkat cerita, dikisahkan ada sebuah sayembara.Barang siapa mampu memanjat sebuah tugu setinggi 15 meter, akan mendapat sekantong uang emas. Dan kodi ingin ikut. Begitu datang ke perlombaan, semua kodok tertawa mengejek, apalagi saingannya adalah kodok bertubuh kekar, dan dia amatlah kurus. Tetapi kodi tak menggubris, karena dia tak mendengar kata-kata ejekan mereka, malah dikiranya mereka sedang menyemangati-nya.

Akhirnya perlombaan dimulai. Baru beberapa meter menanjak, seekor kodok menggelepar. Kodok yang lain memandangi kodok yang jatuh ke tanah dengan pandangan ngeri. Mereka baru sadar, ternyata tugu-nya tinggi sekali. Satu persatu kodok mulai berjatuhan, mereka berpikir dari pada jatuh di tempat yang tinggi, lebih baik jatuh di tempat yang tidak terlalu tinggi, agar tidak sakit. hingga akhirnya tinggal 3 kodok yang tersisa. Saat itu penonton berteriak-teriak, “Puncak tugu itu sangat tinggi. Mustahil kalian dapat mencapainya” Kodok yang telah jatuh pun ikut berteriak “Dari ketinggian tiga meter saja badanku sudah sakit semua, apalagi jika jatuh dari ketinggian 15 meter. Pasti mengerikan! Tulang-tulangmu bisa remuk!” Kodok yang masih memanjat mulai khawatir. ketika melonggok ke bawah, mereka sadar ternyata memang tugu itu tinggi sekali. akhirnya ia pun menjatuhkan diri. tinggal 2 kodok lagi termasuk kodi. “hati-hati, di atas sana licin, kamu bisa terpeleset”. lagi-agi teriakan dari bawah. teriakan tersebut membuat saingan kodi berpikir “licin? aduh bagaimana kalau nanti aku jatuh?” akhirnya saingan kodi menjatuhkan diri juga, karena khawatir terpeleset. Tinggal kodi seorang diri.

“Kodi diatas licin, kamu bisa jatuh” suara lain menimpali “Iya, menyerah saja. Angin diatas berhembus sangat kencang, kamu bisa terbang terbawa angin” Kodi tak peduli dan terus memanjat. akhirnya, Hap, Kodi sampai di puncak. Penonton menyorakinya, “Ya, Tuhan…ia berhasil!” Saat kodi turun penonton mengerubutinya dan bertanya-tanya, bagaimana bisa kodi berhasil. Baru mereka sadar kodi tuli, sehingga tidak bisa mendengar peringatan mereka. Ibu kodi akhirnya menimpali “Kodi dapat sampai di puncak karena ia tidak dapat mendengar ucapan-ucapan kalian yang melemahkan semangat”

Monday, March 22, 2010

Bagaimana sebaiknya kita memandang diri kita


Kisah ini tentang seorang fisikawan yang memutuskan untuk menjadi biksu. Seperti yang kita ketahui, tidak ada biksu yang kaya... mereka terbiasa hidup apa adanya.(padahal kalau saja dia mau melanjutkan hidup sebagai fisikawan pastilah dia sudah kaya raya sekarang...)

Pada suatu ketika para biksu tersebut ingin membangun sebuah wihara untuk mereka beribadah. Akan tetapi setelah mereka sanggup membeli tanah untuk wihara, mereka jatuh bangkrut. Mereka terjerat hutang. Tidak ada bangunan diatas tanah itu, bahkan sebuah gubuk pun tidak ada. Pada minggu – minggu pertama, mereka tidur diatas pintu – pintu tua yang mereka beli murah dari pasar loak. Mereka mengganjal pintu – pintu itu dengan batu bata disetiap sudut untuk meninggikannya dari tanah (tidak ada matras – tentu saja, mereka adalah petapa hutan).

Mereka hanyalah biksu – biksu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Mereka tidak mampu membayar tukang (bahan – bahan bangunan saja sudah cukup mahal). Jadi fisikawan tersebut harus belajar cara bertukang : bagaimana menyiapkan pondasi, menyemen, dan memasang batu bata, mendirikan atap, memasang pipa – pipa (pokoknya semuanya...) . Dia adalah seorang mantan fisikawan dan guru SMA sebelum menjadi biksu, tidak terbiasa bekerja kasar. Setelah beberapa tahun dia menjadi cukup terampil bertukang. Tetapi pada saat memulai, ternyata bertukang itu sangatlah sulit.

Kelihatannya gampang, membuat tembok dengan batu bata : tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok sana, sedikit ketok sini. Ketika dia mulai memasang batu bata, dia ketok satu sisi untuk meratakannya, tapi sisi lainnya malah jadi naik. Lalu dia ratakan sisi yang naik itu, batu batanya jadi melenceng. Setelah diratakan kembali, sisi yang pertama malah terangkat lagi !!!!

Sebagai seorang biksu, dia memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang dia butuhkan. Dia pastikan setiap batu bata terpasang dengan sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya dia berhasil menyelesaikan tembok batu batanya yang pertama dan berdiri dibaliknya untuk mengagumi hasil karyanya. Saat itulah dia melihatnya.. . Oh tidak... dia telah keliru menyusun dua buah batu bata. Semua batu bata yang lain sudah lurus, tetapi dua batu bata tersebut tampak miring. Mereka terlihat jelek sekali. Mereka merusak keseluruhan tembok.

Saat itu semen sudah terlanjur keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi biksu itu bertanya kepada kepala wihara apakah dia boleh membongkar tembok itu dan membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu, meledakkannya sekalian. Biksu itu telah berbuat kesalahan dan dia menjadi gundah gulana. Kepala wihara bilang tidak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.

Ketika biksu tersebut membawa tamu pertamanya berkunjung mengelilingi wihara yang baru setengah jadi, dia selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok batu bata yang dia buat. Biksu itu tidak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, kira – kira 3 – 4 bulan setelah dia membangun tembok itu, biksu tersebut berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.. ...

”Itu tembok yang indah,” pengunjung itu berkomentar dengan santainya.

”Pak,” biksu itu menjawab dengan terkejut, ”apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Tidakkah anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?”

Apa yang pengunjung itu ucapkan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan biksu tersebut terhadap tembok itu, berkenaan dengan diri dia sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, ”Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga melihat 998 batu bata yang bagus.”

Biksu itu tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, dia mampu melihat batu bata - batu bata lainnya selain dua bata jelek itu. Di atas, dibawah, di kiri, dan di kanan dari dua bata jelek itu adalah batu bata – batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, jauh lebih banyak daripada dua bata jelek itu. Selama ini mata biksu itu hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah dia perbuat.... dia terbutakan oleh hal - hal lainnya. Itulah sebabnya biksu tersebut tidak tahan melihat tembok itu, atau tidak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya dia ingin menghancurkannya. Sekarang dia dapat melihat batu bata – batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tidak terlalu buruk lagi. Tembok itu menjadi, seperti yang dikatakan pengunjung tadi, ” Sebuah tembok yang indah.”

Tembok itu masih tetap berdiri sampai hari ini, setelah puluhan tahun, namun biksu itu sudah lupa dimana letak persisnya dua bata jelek itu berada. Dia benar – benar tidak dapat melihat kesalahan itu lagi.

** sebuah renungan **

Berapa banyak orang yang memutuskan hubungan atau bercerai karena semua yang mereka lihat dari diri pasangannya adalah ”dua bata jelek?” Berapa banyak diantara kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin bunuh diri, karena semua yang kita lihat dalam diri kita hanyalah ”dua bata jelek?” Pada kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata yang bagus (diatas, dibawah, dikiri, dan dikanan dari yang jelek....) namun pada saat itu kita tidak mampu melihatnya. Malahan setiap kali kita melihatnya, mata kita hanya terfokus pada kesalahan yang kita perbuat. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan kita mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karena itu kita ingin menghancurkannya. Dan terkadang, sayangnya, kita benar – benar menghancurkan ”sebuah tembok yang indah”.

Kita semua memiliki ”dua buah bata jelek”, namun batu bata yang baik didalam diri kita masing – masing jauh lebih banyak daripada bata yang jelek. Begitu kita melihat batu bata yang baik, semua akan tampak tidak terlalu buruk lagi. Bukan hanya kita bisa berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan – kesalahan kita namun juga bisa menikmati hidup bersama pasangan kita....

Thursday, March 18, 2010

Menyikapi Perubahan

Perubahan adalah sesuatu yang sangat sangat normal bagi manusia. Saat ini kita merasakan perubahan siang ke malam dan juga sebaliknya dalam setiap harinya. Selain itu tubuh kita juga selalu berubah dan berkembang dalam setiap waktunya, bahkan 'mod' kita bisa berubah-ubah di setiap detik kehidupan kita. 

Ada 3 type manusia dalam menyikapi sebuah perubahan, yaitu :

  • Type 'chicken' atau penakut. Orang-orang pada type ini akan selalu mengalami ketakutan ketika melihat perubahan. Mereka sudah membayangkan bagaimana susahnya menjalani semua fase perubahan tersebut. orang-orang seperti ini layaknya orang yang kalah sebelum berperang, atau seorang yang sangat ketakutan bila disuruh untuk mendaki gunung ketika melihat betapa tingginya gunung yang akan di daki tersebut.
  • Type kedua adalah type 'camper'. Ketika kita mendaki gunung, maka tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang bermental seperti ini. Mereka akan berhenti dan mendirikan tenda apabila sudah menemukan tempat yang lapang dan nyaman. Kalau kita korelasikan pada kehidupan kita sehari-hari, orang-orang seperti ini akan menjadi pendukung perubahan ketika dia belum menemukan tempat yang 'diinginkan'. Tetapi sekali dia telah menemukannya, dia akan menjadi penentang perubahan. Atau dengan kata lain orang-orang seperti ini telah terjebak dalam 'comfort zone'. Mereka akan marah ketika kenyamanannya terusik dan akan sangat lamban dalam bertindak apabila kenyamanannya terpaksa harus dihentikan.
  • Type terakhir adalah type 'climber'. Seperti namanya yaitu climber, orang-orang yang bertype ini tidak akan tergiur oleh tempat-tempat nyaman yang ditemuinya ketika mendaki sebelum mereka benar-benar sampai di puncak. Orang-orang seperti ini mempunyai kegigihan yang sangat besar dalam merealisasikan cita-cita nya. Mereka akan terus bergerak dan seakan-akan energinya tidak pernah habis. Dan ketika mereka sudah menaklukkan sebuah puncak gunung, maka mereka akan mencari puncak-puncak gunung yang lain untuk menjadi target penaklukan berikutnya.
Semoga kita semua bisa memotivasi diri kita untuk selalu berusaha menjadikan diri kita sebagai climber-climber sejati. Aamiin